the peoples, JAKARTA –Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bertindak sebagai inspektur upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lapangan Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada hari Rabu (1/10/2025).
Laporan langsung dari jurnalis Tribunnews di lokasi, Presiden tiba pada pukul 08.00 WIB bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Prabowo memakai jas berwarna kelabu, sedangkan Gibran mengenakan jas berwarna hitam.
Pemanggilan dimulai dengan penyanyian lagu kebangsaan Indonesia Raya diikuti dengan pengheningan cipta.
“Marilah kita sejenak mengingat arwah dan perjuangan para pahlawan revolusi serta leluhur kita yang telah berkorban demi kedaulatan, kehormatan, kemerdekaan bangsa Indonesia, serta menjaga Pancasila,” ujar Prabowo sebelum melakukan pengheningan cipta.
Pada acara upacara, Ketua MPR RI Ahmad Muzani membacakan teks Pancasila, Wakil Ketua DPD menyampaikan naskah pembukaan UUD 1945, dan selanjutnya Ketua DPR RI Puan Maharani membacakan ikrar.
Mengemban tugas sebagai komandan upacara adalah Kolonel Penerbang Mohammad Amri Taufanny.
Korps Hari Kesaktian Pancasila terdiri dari kompi Polwan, kompi Propam Polri, kompi TNI, serta diikuti perwakilan siswa di Jakarta.
Beberapa pegawai hadir dalam mengikuti perayaan Hari Kesaktian Pancasila.
Lubang Buaya
Mengenal Lubang Buaya di Jakarta Timur, sebuah tempat bersejarah yang terkait dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang mengakibatkan kematian tujuh jenderal TNI AD.
G30S, peristiwa yang terjadi di malam hari pada 30 September hingga awal Oktober 1965, saat tujuh perwira militer Indonesia tewas dalam upaya kudeta.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kudeta merujuk pada pengambilalihan kekuasaan (pemerintahan) secara paksa.
Pada masa itu, para jenderal TNI disalahkan telah melakukan pemberontakan terhadap Presiden Soekarno dan bergabung dalam Dewan Jenderal.
Jasad mereka ditemukan di dalam sumur di wilayah Lubang Buaya pada tanggal 4 Oktober 1965.
Kemudian, jenazah para korban G30S dievakuasi dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Presiden Soeharto (pada masa itu) sebagai pemerintah di masa Orde Baru, menginstruksikan pembangunan Monumen Pancasila Sakti guna memperingati peristiwa G30S yang tidak mampu meruntuhkan kekuatan Pancasila.
Monumen tersebut, dimulai pengerjaannya pada pertengahan Agustus 1967 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1 Oktober 1973, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
Monumen Pancasila Sakti dibangun di dekat lokasi eksekusi para korban G30S, yaitu sumur tua di Lubang Buaya.
Di kawasan Monumen, selanjutnya digunakan sebagai tempat pelaksanaan Upacara Hari Kesaktian Pancasila.
Tepat hari ini, pemerintah menyelenggarakan upacara di Monumen Pancasila Sakti yang terletak di Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada hari Rabu (1/10/2025) pagi.
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bertindak sebagai inspektur dalam upacara Hari Kesaktian Pancasila tersebut, yang dihadiri oleh beberapa pejabat.
Kuburan Massal di Lubang Buaya dipakai sebagai tempat pembunuhan para korban Gerakan 30 September 1965.
Pada masa itu, tujuh perwira militer Indonesia tinggi tewas dalam upaya kudeta dan jenazah mereka dibuang ke Lubang Buaya.
Tujuan dari kudeta adalah untuk menggulingkan pemerintah yang sedang berkuasa dan mengganti ideologi Pancasila dengan sistem komunis.
Setelah kejadian tersebut, dibangun sebuah Monumen Pancasila dan Diorama.
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa para korban yang gugur di Lubang Buaya.
Dilansir dari TribunnewsWiki.com, asal usul nama Lubang Buaya berasal dari sebuah kisah legenda.
Dalam mitos tersebut dijelaskan, terdapat buaya-buaya berwarna putih di sungai yang berada di dekat wilayah Pondok Gede.
Selain itu, terdapat lokasi yang dipakai sebagai tempat pembuangan jenazah para korban peristiwa G30S.
Pemerintah menetapkan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober sebagai wujud penghormatan terhadap ideologi negara, Pancasila, yang dianggap tetap kuat dan tidak goyah meskipun menghadapi ancaman berat.
Pengambilan tanggal tersebut, dipicu oleh peristiwa G30S yang mengakibatkan kematian tujuh jenderal TNI AD.
Pada 1 Oktober 1965, pasukan TNI mampu mengatasi situasi dan mencegah terjadinya kudeta.
Maka, pada tanggal 1 Oktober, Pancasila diakui tetap “sakti” sebagai dasar negara.
Artikel ini sudah tayang di Tribunnews.com