PIKIRAN RAKYAT –Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, menekankan perlunya membangun Komunitas ASEAN yang berfokus pada masyarakat. Pernyataan ini disampaikan dalam pidato media menjelang penyelenggaraan ASEAN for the People’s Conference (AFPC) 2025 yang akan diadakan di Hotel Sultan Jakarta pada 4–5 Oktober 2025.
Dino berpendapat bahwa pembentukan komunitas rakyat ASEAN tidak akan terjadi secara otomatis, melainkan perlu dirancang, dipromosikan, dan didukung. “Inisiatif ini tidak bisa berkembang sendiri. Diperlukan usaha yang terencana agar komunitas berbasis masyarakat benar-benar terwujud,” ujar Dino di Jakarta, Selasa 30 September 2025.
AFPC 2025 akan mengumpulkan ratusan organisasi masyarakat sipil (OMS) dari negara-negara anggota ASEAN. Forum ini mengusung tema “Memanfaatkan Sumber Daya Terbesar Asia Tenggara (Harnessing Southeast Asia’s Greatest Resource)” dengan fokus pada isu-isu yang berkaitan dengan rakyat, mulai dari pendidikan, pekerjaan, kesehatan, hingga toleransi beragama.
Beberapa tokoh regional dan nasional dijadwalkan hadir, termasuk Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn, Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow, serta tokoh Indonesia seperti Anies Baswedan, Marty Natalegawa, Jimly Asshiddiqie, Yenny Wahid, dan Pandji Pragiwaksono. FPCI juga mengundang Menteri Luar Negeri RI Sugiono untuk ikut serta.
Mekanisme Baru
Dino menyampaikan pihaknya sedang mempertimbangkan pembentukan mekanisme “Pekan ASEAN” yang diadakan setiap Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas partisipasi masyarakat dengan melibatkan kelompok masyarakat sipil dari berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, hingga kecerdasan buatan (AI).
“Jika terjadi pertemuan puncak ASEAN, kami bersama kelompok lain akan mengadakan Pekan ASEAN agar masyarakat sipil dapat aktif menyampaikan pendapatnya,” kata mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat tersebut.
Di AFPC, FPCI berupaya menciptakan pernyataan singkat yang mewakili suara masyarakat sipil di tingkat dasar. Setidaknya terdapat 20 isu penting yang telah ditetapkan sebagai prioritas oleh masyarakat ASEAN.
Menurut Dino, beberapa isu mungkin relevan bagi pemerintah, namun kebanyakan justru lebih mendesak bagi rakyat.
“Komunitas tidak dapat dianggap tangguh tanpa adanya dasar yang kuat. Perdamaian bukan hanya terjadi antar pemerintah, tetapi juga harus dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Selain forum, FPCI berencana membuat basis data organisasi masyarakat sipil di wilayah tersebut. Tujuannya adalah agar kelompok-kelompok tersebut dapat saling terhubung dan memperkuat jaringan advokasi secara mandiri.
“Database ini diharapkan menjadi wadah yang berlimpah dan menyeluruh bagi WHO untuk bertemu serta berkolaborasi,” tambah Dino.
Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada 8 Agustus 1967 melalui Pernyataan Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sekarang ASEAN terdiri dari 10 negara, dan dalam KTT ke-47 di Kuala Lumpur, 26–28 Oktober mendatang, Timor Leste akan secara resmi diterima sebagai anggota ke-11.
Berkat kehadiran AFPC, Dino berharap kepentingan masyarakat tidak lagi diabaikan dalam perubahan regional.
“Kami berharap suara rakyat dapat menjadi bagian dari agenda utama ASEAN,” tegasnya.