the peoples.CO.ID – JAKARTA.Prospek industri perabot menghadapi tantangan akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan memberlakukan tarif impor tinggi terhadap berbagai produk. Kebijakan yang direncanakan mulai berlaku pada 14 Oktober 2025 ini termasuk menargetkan produk yang terbuat dari kayu.
Pemerintah Amerika Serikat akan memberlakukan tarif impor sebesar 10% terhadap produk kayu lunak (softwood lumber), serta 25% untuk sejumlah barang furnitur yang dilapisi (upholstered furniture) dan kabinet dapur. Kebijakan ini akan memperberat beban pelaku industri atau eksportir furnitur yang sebelumnya telah terkena tarif resiprokal sebesar 19%.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengungkapkan bahwa jika penerapan tarif tambahan ini dilakukan, maka produk kategori kayu akan dikenai tarif sebesar 29%. Sementara untuk produk lainnya…upholstered furniture akan naik menjadi 44%.
Abdul merasa khawatir hal ini akan menimbulkan tekanan pada harga, serta berdampak cukup besar terhadap penjualan beberapa produk. Abdul menjelaskan, kategori upholstery (HS 9401 tertentu) berisiko mengalami penurunan pesanan antara 20% hingga 35% dari pembeli di Amerika Serikat dalam tiga hingga enam bulan ke depan, terutama untuk kontrak Original Equipment Manufacturer (OEM) private label yang memiliki margin sempit.
Sementara itu, produk kategori wooden casegoods (HS 9403 tidak dilapisi) akan terkena dampak tidak langsung melalui biaya bahan baku dan penggantian. Kategori produk ini berisiko mengalami penurunan sebesar 10% hingga 15% jika para pembeli menunda pesanan atau beralih ke pemasok lain.
Para pengekspor juga memerlukan waktu untuk melakukan negosiasi ulang mengenai harga. Negosiasi tersebut akan mencakup penerapan beban terhadap tarif impor, agar dapat dibagi bersama (shared cost) antara para eksportir dan konsumen.
Selain itu, para pelaku industri akan melakukanre-routing logistik dan tanggung jawab sumber bahan baku (rules of origin), yang berpotensi menambah sekitar satu hingga dua bulan pada siklus pre-order di kuartal IV-2025.
“Angka-angka tersebut merupakan perkiraan dari para pelaku industri dan HIMKI berdasarkan elastisitas historis serta pangsa AS sekitar 50% dari ekspor Indonesia,” ujar Abdul saat dihubungi the peoples.co.id, Kamis (2/10/2025).
Pasar Amerika Serikat tetap menjadi penggerak utama kinerja ekspor produk furnitur Indonesia. Berdasarkan data yang diolah oleh HIMKI, ekspor produk furnitur Indonesia meningkat sebesar 2,1% secara tahunan (year on year) menjadi 925,01 juta dolar AS pada semester I-2025.
Ekspor ke pasar Amerika Serikat masih mampu tumbuh sebesar 7,6% pada semester pertama tahun 2025, dengan angka mencapai US$ 499,28 juta atau setara dengan 53,97% dari total ekspor. Untuk mengurangi dampak penerapan tarif tambahan ini, HIMKI mengajukan agar pemerintah kembali melakukan diplomasi terkait tarif, serta memberikan insentif dalam negeri.
Insentif tersebut meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) terbatas serta kredit pajak untuk investasi mesin upholstery dan foam yang sesuai aturan. “Juga asuransi ekspor atau jaminan agar usaha kecil menengah tidak mengalami kesulitan likuiditas,” ujar Abdul.
Memacu Diversifikasi Pasar
Dari segi bisnis, beberapa pelaku industri furnitur telah memperluas pasar dengan menargetkan berbagai daerah seperti Timur Tengah dan India. Selain itu, para eksportir berharap adanya dukungan positif dari perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) serta dengan Kanada (ICA-CEPA).
Dihubungi terpisah, Divisi Hubungan Investor PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) Ravenal Arvense menyatakan bahwa penjualan ekspor masih menjadi tulang punggung dengan kontribusi mencapai 95% dari total penjualan pada semester I-2025. Amerika Serikat menjadi pasar utama bagi ekspor WOOD dengan pangsa sekitar 90%.
WOOD terus memperkuat perluasan diversifikasi dengan meluncurkan produk-produk baru seperti lantai dan perabot luar ruangan, serta memperluas jangkauan pasar ke Eropa dan Timur Tengah. Strategi ini dilakukan guna mengurangi ketergantungan pada satu pasar.
Meskipun demikian, Ravenal menegaskan bahwa strategi tersebut diiringi dengan komitmen WOOD untuk tetap menjaga hubungan dengan mitra di Amerika Serikat. Terlebih lagi, Ravenal menekankan bahwa kebijakan tarif baru AS yang akan mulai berlaku pada 14 Oktober 2025 tidak langsung memengaruhi kinerja ekspor WOOD.
Ravenal mengungkapkan tarif baru ini berlaku untuk kayu mentah, kabinet dapur, serta perabot yang dilapisi kain. Sementara itu, WOOD tidak mengekspor jenis produk tersebut ke pasar Amerika Serikat.
Bagian utama WOOD adalah komponen konstruksi yang berkontribusi lebih dari 80% ekspor ke Amerika Serikat, tetap masuk dalam kategori bebas bea.
“Oleh karena itu, tidak diperlukan penyesuaian harga jual atau perubahan kontrak dengan pembeli di Amerika Serikat,” tegas Ravenal.